26 Januari 2009

PENTINGNYA AKIDAH

       Barangkali di antara kita ada yang pernah melontarkan ucapan: “Kenapa sih kita membicarakan permasalahan tauhid terus? Apa tidak ada tema lain yang lebih menarik?” Bagi orang yang belum paham, bisa dimaklumi bila ia mengeluarkan kalimat seperti itu. Namun sangat tidak pantas bila kalimat tersebut muncul dari orang yang telah memahami pentingnya tauhid bagi seorang muslim, yang menunjukkan bahwa ia meremehkan permasalahan yang sangat dijunjung tinggi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan para nabi ini.

       Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: “Islam dibangun atas lima rukun: Allah Subhanahu wa Ta'ala ditauhidkan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji.”

       Beberapa perkara yang menunjukkan pentingnya penekanan dakwah kepada tauhid adalah:
1. Al-Qur`an dari awal surat hingga akhirnya berisikan tauhid. Al-Qur`an telah menjelaskan kedudukan tauhid dalam banyak tempat dan menjelaskan pula bahaya dari lawannya yaitu syirik, baik terhadap individu ataupun jamaah. Dan kesyirikanlah yang telah menyebabkan kehancuran hidup di dunia dan di akhirat.

2. Tauhid merupakan dakwah seluruh rasul dari yang awal hingga yang terakhir.
“Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul sebelummu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan-Ku, maka beribadahlah kalian kepada-Ku.” (Al-Anbiya`: 25)
Para nabi memulai dakwah mereka dari sisi tauhid, sehingga tauhid merupakan poros dan tujuan dakwah mereka. Rasul terakhir, Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, tinggal di kota Makkah selama 13 tahun menyeru kaumnya kepada tauhidullah dan mendidik para shahabat di atasnya.

3. Banyaknya kesalahan dan penyimpangan yang terjadi pada manusia secara umum adalah dalam perkara tauhid.

4. Tauhid merupakan kewajiban yang pertama dan paling utama untuk diilmui dan didakwahkan. Ia juga merupakan tugas yang paling besar, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

“Maka berilmulah kamu tentang Laailahaillallah.” (Muhammad: 19)

“Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang rasul agar mereka (memerintahkan): ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thagut’.” (An-Nahl: 36)

5. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan dan mengarahkan para shahabat agar memulai dakwah mereka dengan menyerukan kepada tauhidullah. Sebagaimana perintah beliau kepada Mu’adz radhiyallahu 'anhu, ketika beliau mengutusnya ke negeri Yaman:
“Hendaklah yang pertama kali engkau serukan kepada mereka adalah mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah.”
Di dalam sebuah riwayat disebutkan:
“Sampai mereka mentauhidkan Allah.”

6. Muara dari semua kerusakan di muka bumi adalah kerusakan aqidah dan tauhid, sebagaimana sumber dari segala kebaikan di dunia dan di akhirat adalah karena kebagusan aqidah dan tauhid.

Wallahu a'lam bish-shawab.

Disusun oleh Abu Ilyas (dirangkum dari berbagai sumber).

MENGHANCURKAN PENJARA PIKIRAN DENGAN BERPIKIR KREATIF

       Banyak ayat di dalam Al-Qur’an yang menyebut hakikat penggunaan akal* (yang notabene merupakan isyarat bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci bagi makhluk yang berakal). Di dalam Al Qur’an seringkali disebutkan bahwa Allah SWT memacu dan memotivasi manusia dengan kata-kata Afala tafakkarun, Afala ta’qilun, Afala tadzakkarun (apakah kita tidak berpikir akan hal itu..?) dan Ulil Albab (golongan cendekiawan yang senantiasa berpikir). Ini membuktikan bahwa proses berpikir / mempergunakan akal memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Karena pikiranlah derajad manusia menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan makhluk lain. Al-Qur’an juga menegaskan bahwa keimanan seseorang harus dilandasi dengan penggunaan akalnya, karena akal adalah sarana yang diciptakan Allah SWT kepada manusia untuk mengenal-Nya (Ingatkah kita kisah pencarian Tuhan oleh Nabi Ibrahim AS?) Bahkan Allah SWT sangat memurkai manusia yang tidak menggunakan akalnya.

“Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya”. (QS Yunus : 100)

       Ada sebuah ungkapan yang menarik : “You are what you think”. (anda adalah apa yang anda pikirkan). Kalimat tersebut memiliki makna yang begitu mendalam, dirangkai dalam kata-kata yang mampu menyentuh dan menggerakkan jiwa. Pikiran manusialah yang membelenggu dirinya selama ini hingga akhirnya kita sendirilah yang mengizinkan untuk menerima keterbatasan itu dan menutup rapat-rapat segala potensi serta keunggulan individu. Di sisi lain, pikiran pula yang mampu menembus dimensi ruang dan waktu. Nama-nama besar seperti Hassan Al Banna, Sayyid Quthb, Albert Einstein, Issac Newton, Ahmad Dahlan, Sukarno, dan nama-nama besar lain terus hidup walaupun secara fisik sudah meninggal dunia.

       Satu kisah menarik patut dicermati, yaitu mengenai Christoper Colombus yang menurut versi mayoritas sejarawan dianggap sebagai penemu benua Amerika. Mayoritas orang pada saat itu menertawakan rencananya untuk mengarungi samudera luas. Colombus termasuk orang yang percaya dan mengikuti pemikiran paham Copernicus bahwa bumi itu bulat, bukan datar seperti kepercayaan gereja (karena pemikiran yang berbeda dengan gereja menyebabkan Copernicus dibakar hidup-hidup di muka umum atas perintah gereja pada saat itu). Colombus diejek mengenai pemikirannya tersebut. Ia berkeyakinan bahwa jika ia melayari dunia maka akan kembali ke tempat semula ketika pertama kali berangkat, karena bumi ini bulat. Sebagian besar masyarakat mengatakan bahwa hal itu merupakan pekerjaan yang sia-sia. Namun pikiran besar itu tidak mati. Pemikiran itu justru membuat Colombus semakin kreatif dan memotivasi dirinya untuk membuktikan keyakinannya akan paham Copernicus. Dengan kata lain, pikiran Colombus tidak terpenjara yang akhirnya membentuk sebuah keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan.

       Kadang-kadang kita sebagai manusia, tanpa sadar pernah juga mengalami “penjara pikiran” seperti yang terjadi pada masa Copernicus dan Colombus. Atau mungkin kita tengah berada di “masa Copernicus & Colombus modern”. Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan beruntun, perkataan teman, tradisi, dan kebiasaan membuat kita terpenjara dalam kotak semu yang mementahkan potensi kita. Lebih sering kita mempercayai mentah-mentah apa yang orang lain voniskan tanpa berpikir dalam-dalam bahwa apakah hal itu benar adanya. Terkadang kita juga tidak percaya diri atau bahkan takut hanya sekedar untuk menganalisis suatu masalah yang ada di hadapan kita. Lebih parah lagi, kita acap kali lebih memilih mempercayai orang lain daripada mempercayai diri sendiri. Jauh lebih parah manakala tanpa kita sadari, kita sendirilah yang justru menciptakan penjara pikiran untuk kita sendiri. Benarkah kita selemah itu?.
       
       Tahukah kita bahwa gajah yang sangat kuat dapat diikat hanya dengan seutas tali yang terikat pada sebilah pancang kecil? Gajah sudah merasa dirinya tidak akan bisa bebas jika ada "sesuatu" yang mengikat kakinya, padahal "sesuatu" itu bisa jadi hanya seutas tali kecil….??? Pernahkah kita bertanya kepada diri kita sendiri bahwa kita bisa "melompat lebih tinggi dan lebih jauh" kalau kita mau menyingkirkan "penjara" itu? Tidakkah kita ingin membebaskan diri agar kita bisa mencapai sesuatu yang selama ini kita anggap di luar batas kemampuan dan pemikiran kita?

       Ada satu hal yang harus selalu kita tingkatkan agar hidup kita makin berkualitas. Itulah kreatifitas. Kreatifitas adalah daya cipta dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Kreatifitas akan memunculkan inovasi, yaitu kemampuan untuk memperbaharui hal-hal yang telah ada. Tanpa kreatifitas, kita akan larut dan tergilas roda perubahan. Tanpa kreatifitas, kita tidak akan mampu bertahan menghadapi perubahan yang semakin cepat dan pasti terjadi. Berpikir kreatif begitu penting dalam hidup. Ketidakmampuan ataupun keengganan untuk berpikir kreatif akan menyebabkan kita selamanya terpasung di dalam penjara pikiran.
   
       Untuk dapat berpikir kreatif, kita dituntut untuk gemar mencari informasi, mengumpulkan input, dan mencintai ilmu. Tuntutan lain adalah terbuka pada hal-hal yang baru dan sekaligus tidak terbelenggu dengan pendapat sendiri. Namun terbuka dengan hal-hal baru tidak harus serta merta menjadikan kita mengikuti hal-hal baru tersebut. Kita harus bisa mengolahnya, menyaring hal-hal yang baik, melihat jauh lebih dekat dengan berbagai sudut pandang dan disiplin ilmu, serta menyesuaikan dengan nilai-nilai luhur yang kita anut. Dan satu lagi yang juga sangat penting : keberanian kita untuk bersikap obyektif…! Hal itu sebagai kontrol supaya kita tidak terbelenggu dengan pendapat sendiri yang belum tentu benar.

       Berpikir kreatif juga menuntut keberanian menanggung risiko dan keluar dari zona nyaman. Adalah mimpi melakukan sesuatu yang baru tanpa adanya resiko. Thomas Alfa Edison adalah orang kreatif yang berani gagal beribu-ribu kali sebelum berhasil menemukan bola lampu. Dan semangat untuk sukses dalam hidup juga merupakan syarat untuk dapat berpikir kreatif. Tanpa semangat, mustahil kita akan mendapat banyak hal dalam hidup. Semangat akan melipatgandakan kemampuan seseorang untuk berprestasi. Hal lain yang sangat penting untuk dicatat adalah bahwa kreatifitas akan semakin lengkap bila terlahir dari kejernihan hati sebagai buah dari ibadah yang berkualitas. Hati yang jernih akan melahirkan firasat dan ide-ide cemerlang yang akan menjadi nilai tambah dalam kehidupan.

       Sebagai manusia, kita berkemampuan untuk berjuang. Tidak menyerah begitu saja kepada apa yang kita alami. Karena itu, teruslah berusaha mencapai segala aspirasi positif yang ingin dicapai dengan mengoptimalkan segala potensi yang kita miliki untuk melahirkan berjuta ide, gagasan dan segala bentuk kreatifitas lainnya. Memang sakit dan lelah prosesnya. Tetapi jika kita sudah sampai di puncak, semua pengorbanan itu pasti akan terbayar. Impas. Bahkan lebih. [bgs]

Wallahu a'lam bish-shawab.

* = Lihat QS Al Baqarah:197; QS At-Thalaq:10; QS Ar-Rad:19; QS Ibrahim:52; QS Al-Maidah:58)