12 Mei 2010

INTELEKTUALISME

Manusia penganut budaya rendah adalah mereka yang memandang suatu fenomena hanya sampai pada kulitnya saja. Tidak sampai pada substansi / makna dari suatu fenomena. Penganut budaya ini hampir tidak mau tahu “pesan-pesan” di balik suatu peristiwa. Bila dia melihat orang sukses, yang dia lihat hanyalah hasilnya saja, bukan mencermati prosesnya. Akan mejadi parah bila seseorang kemudian akan menempuh segala macam cara tanpa memperdulikan dholim tidaknya proses yang akan ditempuh maupun halal/haramnya hasil yang akan diperoleh.

Orientasi hasil, tanpa pernah mau tahu proses, akan mendorong seseorang untuk menerima budaya anti intelektualime dengan menutup mata terhadap makna sejati sebuah keberhasilan / kesuksesan, yaitu pembelajaran. Sukses besar sesungguhnya adalah kumpulan dari sukses-sukses kecil yang dilalui melalui proses pembelajaran setiap saat dan tiada henti. Pemahaman proses pembelajaran itu akan membentuk “budaya tinggi” pada seseorang yang akan mampu menghargai nilai meritokrasi (pencapaian berdasarkan prestasi).

Belajar (baca: sekolah / kuliah ) bukanlah sekedar pencapaian skor kuantitatif dalam bentuk nilai di raport ataupun transkrip nilai. Apabila kita memandang sekolah / kuliah adalah identik dengan keharusan memperoleh predikat yang menempel pada level nilai (skor) tertentu, maka secara tidak sadar kita sudah terjebak pada suatu budaya yang bertentangan dengan predikat pembelajar (baca : budaya anti intelektual), yang akhirnya kita akan menjadi manusia yang hanya berorientasi pada hasil tanpa mau menjalani proses dengan benar sehingga tanpa sadar kita telah menggerogoti semangat juang diri sendiri yang pada akhirya kita menjadi salah satu anggota dari komunitas SDM yang lemah.

Lee Kuan Yew dalam sebuah surat kabar mingguan “The Economics” menuliskan bahwa bila Indonesia tidak sanggup memperbaiki pendidikan peningkatan sumber daya manusia, maka Indonesia akan menjadi negara juru kunci pertandingan kemakmuran se-ASEAN. Lee Kuan Yew meletakkan Indonesia di urutan terbawah, di bawah Vietnam, Myanmar, Kamboja, dan jauh di bawah Malaysia. Apalagi Singapura.

Mengertikah kita bahwa makna sejati belajar yang benar adalah adalah proses mengembangkan kualitas diri secara berkelanjutan dan bertanggung jawab? Bukankah Allah SWT juga menyuratkan hal ini dengan tegasnya dalam Al Qur’an di dalam :

“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. " (QS Az-Zumar 9)

Mengertikah kita dengan makna di balik kalimat “orang yang berakal”? Mengertikah kita bahwa ada makna yang sangat mendalam di balik kalimat “yang dapat menerima pelajaran” yang tentu saja berarti tidak hanya sekedar berwujud susunan buku-buku catatan pelajaran di rak buku kita selama “belajar” di bangku sekolah / kuliah. Mengertikah kita bahwa ada korelasi yang sangat kuat antara “orang yang berakal” dengan “yang dapat menerima pelajaran” yang dicerminkan pada sikap, perbuatan dan tingkah laku keseharian?

Disamping belajar, untuk mencapai sukses diperlukan langkah dan keberanian dalam bertindak. Bila tidak, maka tidak akan mendapatkannya sama sekali. David Landes mengatakan : “Tidak ada kekuatan yang lebih efektif dibandingkan dengan kekuatan dari dalam diri sendiri. Dunia ini hanya milik orang-orang optimis yang memiliki kekuatan besar.” Perjalanan waktu telah membuktikan bahwa orang-orang yang namanya harum hingga sekarang adalah mereka yang memiliki pribadi pejuang karena mereka memiliki kekuatan untuk lebih banyak memberi daripada mendapatkan, lebih banyak berkorban daripada mengorbankan, dan lebih banyak bekerja daripada berbicara. Hal ini seiring yang diucapkan oleh Malik bin Nabi : “ Sejarah adalah catatan statisktik tentang denyut nadi, gerak tangan, langkah kaki dan ketajaman akal.

Budaya belajar merupakan salah satu syarat mutlak untuk melakukan perubahan nasib yang tentu saja harus dimulai dari diri sendiri. Hanya kita sendiri yang mampu mengubah nasib kita, (tentu saja dengan seizin Allah SWT). Selamat belajar. Selamat merubah nasib. Never give up. Keep Fight!

PENTINGNYA PENDIDIKAN PRANATAL

Arba'in

-Imam An-Nawawi-

Bab: Nasib Manusia Telah Ditetapkan

Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas'ud : "Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi 'Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 kata : Rizki, Ajal, Amal dan Celaka/bahagianya. maka demi Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga."


Muttafaqun Alaihi

A. Sanad dan Perawi Hadits

Sanad matan hadis tersebut diatas adalah Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

B. Penjelasan:

Kalimat, "Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya " maksudnya yaitu Air mani yang memancar kedalam rahim, lalu Allah pertemukan dalam rahim tersebut selama 40 hari. Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud bahwa dia menafsirkan kalimat diatas dengan menyatakan, "Nutfah yang memancar kedalam rahim bila Allah menghendaki untuk dijadikan seorang manusia, maka nutfah tersebut mengalir pada seluruh pembuluh darah perempuan sampai kepada kuku dan rambut kepalanya, kemudian tinggal selama 40 hari, lalu berubah menjadi darah yang tinggal didalam rahim. Itulah yang dimaksud dengan Allah mengumpulkannya" Setelah 40 hari Nutfah menjadi 'Alaqah (segumpal darah) Kalimat, "kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya" yaitu Malaikat yang mengurus rahim.

Kalimat "Sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga........" secara tersurat menunjukkan bahwa orang tersebut melakukan amalan yang benar dan amal itu mendekatkan pelakunya ke surga sehingga dia hampir dapat masuk ke surga kurang satu hasta. Ia ternyata terhalang untuk memasukinya karena taqdir yang telah ditetapkan bagi dirinya di akhir masa hayatnya dengan melakukan perbuatan ahli neraka. Dengan demikian, perhitungan semua amal baik itu tergantung pada apa yang telah dilakukannya. Akan tetapi, bila ternyata pada akhirnya tertutup dengan amal buruk, maka seperti yang dikatakan pada sebuah hadits: "Segala amal perbuatan itu perhitungannya tergantung pada amal terakhirnya." Maksudnya, menurut kami hanya menyangkut orang-orang tertentu dan keadaan tertentu. Adapun hadits yang disebut oleh Imam Muslim dalam Kitabul Iman dari kitab shahihnya bahwa Rasulullah berkata: " Seseorang melakukan amalan ahli surga dalam pandangan manusia, tetapi sebenarnya dia adalah ahli neraka." Menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya semata-mata untuk mendapatkan pujian/popularitas. Yang perlu diperhatikan adalah niat pelakunya bukan perbuatan lahiriyahnya, orang yang selamat dari riya' semata-mata karena karunia dan rahmat Allah Subhanahu Wa Ta'ala.


Kalimat " maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. " Maksudnya bahwa, hal semacam ini bisa saja terjadi namun sangat jarang dan bukan merupakan hal yang umum. Karena kemurahan, keluasan dan rahmat Allah kepada manusia. Yang banyak terjadi manusia yang tidak baik berubah menjadi baik dan jarang orang baik menjadi tidak baik.


Firman Allah, "Rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku" menunjukkan adanya kepastian taqdir sebagaimana pendirian ahlussunnah bahwa segala kejadian berlangsung dengan ketetapan Allah dan taqdir-Nya, dalam hal keburukan dan kebaikan juga dalam hal bermanfaat dan berbahaya. Firman Allah, QS. Al-Anbiya' : 23, "Dan Dia tidak dimintai tanggung jawab atas segala tindakan-Nya tetapi mereka akan dimintai tanggung jawab" menyatakan bahwa kekuasaan Allah tidak tertandingi dan Dia melakukan apa saja yang dikehendaki dengan kekuasaa-Nya itu.

Imam Sam'ani berkata : "Cara untuk dapat memahami pengertian semacam ini adalah dengan menggabungkan apa yang tersebut dalam Al Qur'an dan Sunnah, bukan semata-mata dengan qiyas dan akal. Barang siapa yang menyimpang dari cara ini dalam memahami pengertian di atas, maka dia akan sesat dan berada dalam kebingungan, dia tidak akan memperoleh kepuasan hati dan ketentraman. Hal ini karena taqdir merupakan salah satu rahasia Allah yang tertutup untuk diketahui oleh manusia dengan akal ataupun pengetahuannya. Kita wajib mengikuti saja apa yang telah dijelaskan kepada kita tanpa boleh mempersoalkannya. Allah telah menutup makhluk dari kemampuan mengetahui taqdir, karena itu para malaikat dan para nabi sekalipun tidak ada yang mengetahuinya".


Ada pendapat yang mengatakan : "Rahasia taqdir akan diketahui oleh makhluk ketika mereka menjadi penghuni surga, tetapi sebelumnya tidak dapat diketahui".


Beberapa Hadits telah menetapkan larangan kepada seseorang yang tdak mau melakukan sesuatu amal dengan alasan telah ditetapkan taqdirnya. Bahkan, semua amal dan perintah yang tersebut dalam syari'at harus dikerjakan. Setiap orang akan diberi jalan yang mudah menuju kepada taqdir yang telah ditetapkan untuk dirinya. Orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang beruntung maka ia akan mudah melakukan perbuatan-perbuatan golongan yang beruntung sebaliknya orang-orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang celaka maka ia akan mudah melakukan perbuatan-perbuatan golongan celaka sebagaimana tersebut dalam Firman Allah :

"Maka Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh keberuntungan". (QS. Al Lail :7)


"Kemudian Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh kesusahan". (QS.Al Lail :10)

Para ulama berkata :

"Al Qur'an, lembaran, dan penanya, semuanya wajib diimani begitu saja, tanpa mempersoalkan corak dan sifat dari benda-benda tersebut, karena hanya Allah yang mengetahui".

Allah berfirman :

"Manusia tidak sedikit pun mengetahui ilmu Allah, kecuali yang Allah kehendaki".(QS. Al Baqarah : 255)



C. Pendidikan Pranatal

Menurut hadis tersebut diatas bahwa Allah telah menetukan, Rizki, Ajal, Amal, dan Celaka atau bahagianya seseorang telah ditentukan oleh Allah Swt. Karena itu pendidikan merupakan usaha sadar atau ikhtiar manusia dewasa untuk anak-anak sebagai generasi penerus agar lebih baik hidupnya dari pada generasi sebelumnya.


Namun ikhtiar manusia tidak lepas dengan ketetapan Allah Swt. untuk itu perlu memperbanyak berdo’a ketika imbrio masih berproses dalam kandungan sang ibu, terutama roh sebelum ditiupkan dalam kandungan yaitu : 120 hari.




D. Pola Dan Fase Pendidikan Anak

Islam menyuruh setiap orang tua untuk membina anak-anaknya menjadi sholeh. Untuk menuju kearah itu, Islam ternyata tidak membiarkan orang tua meraba-raba sendiri jalan atau upaya yang harus ditempuhnya, tetapi Islam telah memberikan tutunan kepada orang tua berupa pola-pola pembinaan yang bisa ditempuhnya sesuai dengan fase demi fase perkembangan usia anak itu sendiri.

Menurut para ahli Pendidikan, di dalam buku pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis karya Imam Barnadib, ada 8 pendapat mengenai hal itu yaitu sbb ;

1. Pendidikan dimulai setelah anak mengenal kewibawaan dan diakhiri sesudah anak itu mencapai kedewasaan.

2. Pendidikan dimulai setelah anak lahir dan diakhiri sesudah anak itu mencapai kedewasan.

3. Pendidikan dimulai sejak anak dalam kandungan dan diakhiri sesudah anak itu mencapai kedewasaan.

4. Pendidikan dimulai sebelum orang tuanya kawin dan diakhiri setelah anak itu mencapai kedewasaan.

5. Pendidikan dimulai sebelum orang tuanya kawin dan diakhiri sampai mati.

6. Pendidikan dimulai sebelum anak lahir (masih dalam kandungan ibunya) dan diakhiri sampai mati.

7. Pendidikan dimulai sejak anak lahir dan diakhiri sampai mati.

8. Pendidikan dimulai sejak anak mengenal kewibawaan dan diakhiri sampai mati


Adapun menurut petunjuk Al-Qur’an, Hadits-hadits Nabi dan pendapat ulama, bahwa masa pendidikan anak menurut ajaran Islam yaitu ; Masa persiapan mendidik dan masa aktif mendidik. Pendapat demikian didukung oleh pendapat Imam Baihaqi (Ahmad Tafsir), Masa persiapan mendidik anak dimulai sejak pemilihan jodoh. Masa aktif mendidik anak dimulai sejak istri diketahui sudah positif hamil dan terus menerus berlangsung sepanjang hidupnya (sampai mati).

Berikut ini akan diterangkan fase-fase yang harus dilalui dan pola-pola pendidikan yang harus dilakukan:

1. Fase memilih jodoh

2. Fase Masa-masa Perkawinan

3. Fase Dalam Kandungan

4. Fase Kelahiran Anak




KESIMPULAN
Pentingnya orang tua atau pendidik ,memperhatikan pendidikan pranatal untuk terwujudnya anak yang shaleh yang berguna bagi dirinya, orang tuanya, agama, masyarakat, nusa dan bangsa.


Penulis : Drs. Supriyanto Aziz