05 April 2009

MONEY POLITIC DALAM PANDANGAN ISLAM

Dalam waktu dekat ini yaitu tanggal 9 April 2009 masyarakat Indonesia akan melaksanakan pemilu nasional. Sebagai ummat Islam, kita haruslah menggunakan peluang ini untuk memperbaiki ibadah kita, amal sholeh kita dan menjaga kehidupan beragama kita. Tentunya hal ini dapat terwujud dengan adanya pemimpin amanah, yang bersih (jujur) dan peduli kepada kemashlahatan ummat, dan yang memberikan kemudahaan rakyatnya untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Namun seringkali yang kita dapatkan dari pelaksanaan demokrasi ini adalah dipertontonkannya kita oleh prilaku-prilaku kecurangan politik, ketidakjujuran politik, kebohongan-kebohongan dalam kampanye bahkan membodohi masyarakat dengan memberikan uang menjelang pemilihan agar memilih partai atau pasangan tertentu. Inilah yang kita kenal dengan istilah money politik.

Money politik adalah penggunaan uang untuk mendapatkan posisi atau perolehan dukungan dalam mencapai kekuasaan, dan ini bisa berupa uang untuk khidmah kepada masyarakat, agar suatu saat akan memihak kepadanya jika ada pengambilan keputusan.

Masalah ini jika tanpa mengikat dengan ucapan maupun tulisan, dan kepemihakan yang dicari dalam rangka mengukuhkan kebenaran, maka temasuk dalam bab sarana, hukumnya mengambil hukum tujuan, tetapi jika pemberian ini bersyarat, baik tertulis maupun tidak, maka ketentuan hukum masalah ini harus lebih berhati hati, dan perlu memperhatikan beberapa kaidah berikut:

Pertama : kaidah Sadudzdzara’i (menutup jalan yang menuju kepada kemungkaran)

Penentuan kekuasaan didasarkan pada keyakinan bahwa kekuasaan adalah amanah, pemimpin adalah khadim (pelayan) bagi yang dipimpinnya, dan kepemimpinan pada dasarnya tidak diminta, dan tidak diberikan kepada orang yang ambisi, sedangkan money politik akan mengarahkan kondisi kepemimpinan sebagai sesuatu yang dicari. Sebagaimana masyarakat hendaklah memilih pemimpin berdasarkan kriteria amanah dan kekuatan bukan karena materi, sedangkan money politik akan mengarahkan masyarakat untuk bersikap pragmatis, dan mengantarkan mereka untuk melanggar kandungan hadits :

“Barang siapa yang menjadikan seseorang laki-laki dari suatu kelompok dan diantara kelompok tersebut ada yang lebih diridhoi Allah dari orang tersebut maka sungguh ia telah mengkhianati Allah dan RasulNya dan orang-orang beriman”. (HR. Al Hakim, no 7523)

“Barang siapa mengangkat pegawai dari kaum muslimin dan dia tahu bahwa diantara mereka ada yang lebih berhak darinya dan lebih tahu dengan kitab Alloh dan sunnah nabiNya, maka sungguh ia telah mengkhianati Alloh dan RasulNya.”(HR. Al Baihaqi, no 20945)

Money politik berakibat secara luas yaitu mendorong para pemimpin untuk mengexploitir kelemahan rakyat setelah mendapatkan kekuasaan, artinya money politik sebagai pendidikan yang buruk bagi dunia perpolitikan, dan mendukung bangunan sosial pragmatis, sehingga bisa di pahami bahwa menerima, dan memberikan uang untuk transaksi suara merupakan Ta’awun (tolong menolong) dalam itsm ( dosa ) dan ‘udwan ( permusuhan ). Dalam kaidah sadd dzaroi’ dipahami bahwa semua hal yang mengarahkan kepada keburukan harus ditutup.

Dari sisi lain money politik bisa dianalogikan kepada larangan menerima hadiah sebagai balas budi terhadap rekomendasi, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

“Dari abi umamah Radliallahu ‘Anhu dari Nabi saw beliau bersabda : barang siapa yang memberikan satu rekomendasi untuk seorang lantas ia memberikan hadiah atas rekomendasi tersebut lalu ia terima hadiah tadi, berarti ia telah mendatangi pintu riba yang besar.”(HR. Ahmad, 5/261)

Dari hadits ini jelaslah, bahwa yang menerima diharamkan karena masuk dalam kandungan hadits ini, sementara yang memberi juga tidak diperbolehkan karena merupakan penyebab jatuhnya seseorang dalam larangan Allah, dan termasuk dalam kaidah fiqih : Sesuatu yang diharamkan untuk diambil, maka diharamkan pula untuk diberikan.

Kedua : Al-Muslimun ‘alaa Syuruuthuhum

Kaum muslimin dalam percaturan politik diwajibkan untuk tepat janji, amanah, disiplin dengan peraturan selama tidak bertentangan dengan syar’i, dan kesholehan dan kelayakan calon pemimpin penilainnya diserahkan kepada publik bukan kepada pelaku politik, sehingga publiklah yang menilai dengan nuraninya siapa yang paling kredibel untuk memimpin dengan tanpa dipengaruhi pemberian materi, sedang money politik menjadikan tertutupnya nurani, dan bisa saja terpilih karena materi bukan karena kredibilitas, dan hal itu telah disepakati akan tidak bolehnya money politik, sementara kaum muslimin diwajibkan menepati syarat yang mereka sepakati sebagaimana dalam kaidah yang disandarkan dalam hadist :

“Kaum muslimin terikat dengan syarat ? syarat mereka, Sufyan menambahkan dalam hadistnya dalam hal-hal yang sesuai dengan kebenaran”. Berkata abdurrozzaq Ashon’ani dan telah kami riwayatkan hal itu dengan tambahannya dari hadist Khosif dari ‘Urwah dari ‘A’isyah, dari ‘Atho’ dan Anas bin Malik marfu’ kepada Rasulullah saw.

Ketiga : kaidah Dar’ul mafasid muqaddamun ‘alaa jalbil masholih (Menolak kerusakan itu lebih diutamakan dari pada mencari kemaslahatan)

Sesuai dengan kaidah ini kita dapatkan bahwa mafsadah (kerusakan) yang terjadi karena money politik sangat besar dan tidak seimbang dengan keuntungan yang mungkin akan didapatkan, sedangkan Islam dibangun atas :

Mengambil yang paling besar dari dua maslahah, menolak yang paling besar dari dua hal yang berbahaya, jika dua kerusakan berberbenturan maka diperhatikan yang paling besar mafsadahnya dengan melakukan yang paling ringan mafsadahnya.

Melihat kaidah kaidah di atas, maka melakukan money politik sesuai dengan pemahaman diatas adalah diharamkan, baik yang melakukan atau menerimanya. Oleh karena itu kaum muslimin seharusnya tidak memilih calon pemimpin yang melakukan money politik, sesuai dengan firman Allah swt : “Dan janganlah kalian saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.”(QS. Al Maidah: 2). Money politik yang bisa dilakukan saat kampanye tertutup misalnya dengan membagikan uang saat mendekati masyarakat ataupun saat kampanye terbuka dengan membayar setiap orang yang menghadirinya.

Oleh karena itu, mari kita wujudkan DPR bersih dengan tidak memilih calon pemimpin yang melakukan money politik. Sebaliknya, kaum muslimin haruslah memilih pemimpin (caleg atau partai) yang bersih dari money politik dan Peduli ummat dengan tidak mencontohkan money politik. Karena logikanya, jika para calon pemimpin memberi uang sebelum berkuasa, maka mereka pasti akan mengambil uang saat berkuasa. 5 menit waktu yang kita luangkan untuk memilih di TPS akan berdampak pada 5 tahun masa kepemimpinan bangsa. Masa depan bangsa, masa depan negara, masa depan islam semua tergantung pada pilihan kita. Lalu akankah kita terus menutup mata dari perilaku money politik?